nasta rofika

kaum muda yang diperlukan adalah orang-orang yang mampu memimpikan sesuatu yang tak pernah diimpikan oleh siapapun (John. F. Kennedy)

Welcome my friends.. :)

Where there's a will,there's a way. You're What you thinking of ;)

Minggu, 27 Maret 2011

Di tangan perempuan, nasib peradaban bertumpuh

Salah asuhan dapat berbuah penyesalan. Begitulah gambaran ketakutan yang dialami oleh setiap perempuan yang nantinya pasti akan menjadi seorang ibu meski bukan dari rahimnya sendiri. Meningkatnya keterlibatan perempuan dalam berbagai sector public dan berperan ganda sebagai pencari nafkah demi memenuhi kebutuhan yang tak mungkin berujung, terkadang membuat perempuan harus kewalahan mengingat tugas utamanya sebagai rekan kerja suami dalam mendidik dan mengurus anak serta menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Lagi-lagi perempuan yang sering kali disudutkan mengingat harus bisa multi tasking mulai dari urusan dapur, anak-anak, hingga kebutuhan financial. Fenomena inlah yang kerap terjadi di permukaan masyarakat dan terkadang salah kaprah memaknai arti sebuah emansipasi bahwa segala urusan yang berkaitan dengan rumah tangga adalah tugas seorang perempuan.


Berbicara mengenai asuhan dan mendidik buah hati, teringat Dewi Sembadra salah satu dari rentetan istri Raden Arjuna yang paling identik dengan seorang istri yang lebih banyak berkecimpung mengurusi urusan rumah tangga ketimbang di luar rumah. Tutur kata dan perangainya menggambarkan sosok perempuan tulen. Konon, dari rahim dan asuhan Dewi Sembadra inilah terlahir generasi cemerlang yang nantinya akan menjalankan roda pemerintahan sang penerus tahta Raden Arjuna. Namun, seiring dengan berkembangnya peradaban dan krisis yang menjalar di segala sektor terlebih urusan dapur, mengharuskan perempuan harus memutar otak dan turut serta dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sehingga, tidak jarang sekali seorang ibu harus menitipkan anaknya kepada orang lain dengan perjanjian upah demi pekerjaan lain. Akan tetapi hal positif dari dari perempuan yang berpenghasilan adalah paling tidak seorang ibu mampu memenuhi kebutuhan gizi sang anak.

Melihat fenomena yang sering terjadi saat ini, cukup membuat kita bernafas panjang dan mengelus dada, seperti busung lapar yang melanda mayoritas anak-anak, kriminalitas yang terkadang menyeret anak ke dalam hukum padahal seharusnya ia masih dilindungi hukum, pornografi yang melesat cepat ke dalam otak anak-anak baik melalui media dalam bentuk apapun maupun lingkungan, pendoktrinan agama pada anak usia dini yang kemungkinan besar belum tercukupi kapasitasnya untuk bernalar. Karena sebagian besar kasus tersebut mengundang tanda tanya besar dan membuat sebagian besar orang tua terutama kaum ibu berpikir dua kali dan hidup dalam kecemasan.

Tak dapat kita pungkiri dan kita menafikkan bahwa baik-buruk seorang anak tergantung bagaimana tangan-tangan orang tua mengasuhnya, bagaimana otak dan kebijakan kita mendidiknya, bagaimana kita mengajarkan agama agar mereka generasi penerus mampu membentengi dirinya sendiri. Namun, itu takkan mampu jika kaum perempuan sajalah yang melakoni peranan tersebut. Karena bersama kaum lelaki sebagai pemimpin sebuah keluarga, kita akan mampu melahirkan generasi-generai terbaik yang akan mampu memimpin negeri ini. Mengingat realita perempuan harus melakoni peranan ganda dalam sebuah keluarga, Sehingga tidak perlu lagi harus ada gerakan kesetaraan yang berkoar-koar sepanjang hari demi terpenuhinya keadilan yang mengusung hak dan kewajiban suatu kaum dengan kaum yang lainnya.

Kita sebagai perempuan akan mengobarkan obor yang telah lama meredup mengingat keputusasaan akan krisis yang semakin melanda negeri ini dan mengharuskan kita untuk turut serta memadamkan krisis yang semakin menjadi-jadi kian hari, terutama krisis moral yang akan mengancam generasi penerus bangsa. Karena kaum perempuanlah yang akan menjadi trigger untuk mengubah suatu peradaban melalui pendidikan, bimbingan, dan asuhan melalui anak-anak kita. Karena pada hakikatnya, pendidikan dasar kepada anak-anak kita adalah pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu, ibu yang terikat dengan anaknya karena darah yang mengalir maupun yang terikatkan karena takdir. Di tangan kitalah wahai kaum perempuanku, nasib generasi dan peradaban yang akan datang bertumpu. Kalau bukan kita, siapa lagi? Karena seorang anak yang kita didik dengan balutan iman dan pondasi agama yang kuat, dia akan mampu memilah, menghargai orang lain, dan membentengi dirinya sendiri dan seorang anak yang kita didik dengan kebijaksanaan maka perlahan dia akan mampu memaknai kehidupan.

Tidak ada komentar: